6/12/2013

MENGANALISA MEDIA KOMUNIKASI MASSA DI BENGKULU



Makalah
MENGANALISA MEDIA KOMUNIKASI MASSA DI BENGKULU
Disusun oleh:
Nama      : RIJONO SIANTURI
NPM       :D0C012017
JURUSAN JURNALISTIK
FAKULTAS SOSAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BENGKULU
2012/2013







Analisa Komunikasi Massa di bengkulu
1.1 Pendahuluan
          Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan  yakni: komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people).
 Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Jadi sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang banyak, seperti rapat akbar di lapangan luas yang dihadiri oleh ribuan, bahkan puluhan ribu orang, jika tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa. Media komunikasi yang termasuk media massa adalah radio siaran, dan televisi- keduanya dikenal sebagai media elektronik; surat kabar dan majalah- keduanya disebut dengan media cetak; serta media film. Film sebagai media komunikasi massa adalah film bioskop.

          Dari definisi Gerbner tergambar bahwa komunikasi massa itu menghasilkan suatu produk berupa pesan-pesan komunikasi. Produk tersebut disebarkan, didistribusikan kepada khalayak luas secara terus menerus dalam jarak waktu yang tetap, misalnya harian, mingguan, dwimingguan atau bulanan. Proses memproduksi pesan tidak dapat dilakukan oleh perorangan, melainkan harus oleh lembaga, dan membutuhkan suatu teknologi tertentu, sehingga komunikasi massa akan banyak dilakukan oleh masyarakat industri.

2. Analisa Definisi Komunikasi Massa
          Menyimak berbagai definisi massa yang dikemukakan para ahli komunikasi , nampaknya terdapat sedikit perbedaan yang mendasar atau prinsip, bahkan definisi-definisi itu satu sama lain saling melengkapi. Hal ini telah memberikan gambaran yang jelas mengenai pengertian komunikasi massa. Bahkan, secara tidak langsung dari pengertian komunikasi massa dapat diketahui pula ciri-ciri komunikasi massa yang membedakannya dari bentuk komunikasi lainnya.:
Proses memproduksi pesan tidak dilakukan perorangan tetapi oleh lembaga
komunikator bergerak dalam organisasi yang kompleks (menyangkut berbagai pihak yang terlibat dalam proses komunikas massa, mulai dari menyusun pesan sampai pesan diterima oleh komunikan).
pesan disampaikan secara terbuka, seringkali dapat mencapai kebanyakan khalayak secara serentak, bersifat sekilas
komunikasi massa akan banyak dilakukan oleh masyarakat industri.

Penggunaan seperangkat alat teknologi dengan sendirinya menyebabkan komunikasi massa itu membutuhkan biaya relative besar

          Dari perbedaan definisi teori Komunikasi Massa antara Gerbner dan Wright kita dapat menarik kesimpulan bahwa Gebner mengungkapkan definisi komunikasi secara umum sedangkan definisi komunikasi massa yang dikemukakan Wright ini merupakan definisi yang lengkap, yang dapat menggambarkan karakteristik momunikasi massa secara jelas.
Wright menjelaskan secara terperinci tentang Organisasi komplek yang menyangkut berbagai pihak yang terlibat dalam proses komunikas massa, mulai dari menyusun pesan sampai pesan diterima oleh komunikan. Misalkan, bila pesan disampaikan melalui media cetak (majalah dan surat kabar), maka pihak yang terlibat diantaranya adalah pemimpin redaksi, editor, layout man, editor, dan korektor. Sedangkan bila pesan disampaikan melalui media elektronik radio siaran, maka pihak yang terlibat diantaranya adalah penyiar dan operator. Bila pesan disampaikan melalui media televisi, maka pihak yang terlibat akan lebih banyak lagi, seperti camera man, floor man , lighting man, pengarah acara, sutradara, operator, dan petugas audio. Penggunaan seperangkat alat teknologi dengan sendirinya menyebabkan komunikasi massa itu membutuhkan biaya relative besar.

3 Opini Publik & Komunikasi Massa

Opini publik seperti telah disebutkan, adalah pengintegrasian pendapat dari sekumpulan orang yang menaruh perhatian terhadap suatu issue atau pokok permasalahan yang sifatnya kontroversial. Pengintegrasian pendapat itu baru dapat disebut opini publik setelah pesannya dimuat dalam media massa, yaitu disiarkan melalui televisi, radio, atau dicetak melalui surat kabar atau majalah, serta diedarkan & ditonton melalui film-film yang diputar di gedung-gedung bioskop. Jadi, masyarakat mengetahui masalah yang mendapat opini dari masyarakat atau opini dari publik-publik tertentu & membicarakan dalam pembicaraan di warung-warung kopi, warung makan, di tempat kerja, & di mana saja ada kesempatan mengobrol, setelah disiarkan atau dicetak oleh media massa. Pembicaraan publik-publik tertentu itulah yang kemudian disebut opini publik, yaitu opini yang berasal dari individu-individu, kemudian mendapat tanggapan, didiskusikan, sehingga menjadi lebih luas & lebih menyebar. Hal itulah yang menyebabkan bahwa opini publik itu sangat bergantung pada media massa. Tanpa media massa, masyarakat tidak akan mengetahui adanya opini & publik-publik yang beraneka ragam, yang menaruh minat atau tertarik pada permasalahan faktual yang muncul ke permukaan itu, yaitu yang beredar di masyarakat & dimuat oleh media massa cetak atau yang disiarkan melalui radio & televisi. Opini yang disiarkan melalui media massa itu biasanya mengenai permasalahan yang sangat faktual & kontroversial, misalnya yang menyangkut kepentingan masyarakat atau yang berhubungan dengan keadilan, kelayakan hidup, dsb. Masalah seperti itu biasanya yang mengundang opini dalam masyarakat, seperti saat sekarang adalah mengenai kenaikan harga sembako, susu untuk bayi & anak-anak, dsb. Opini publik mengenai hal-hal tersebut akan terus diperhatikan orang, didiskusikan, ditambah & dikurangi informasinya/faktanya, sehingga yang tidak faktual ditinggalkan, yang agak faktual beredar luas di kalangan masyarakat, & begitulah seterusnya  menyebutkan ada tiga tahap opini publik dalam perkembangannya, yaitu:

1. Opini publik luftartig, yaitu opini publik yang laksana uap, di mana dalam   perkembangannya masih terombang-ambing mencari bentuk yang nyata.
2. Opini publik yang flussig, yang mempunyai sifat-sifat seperti air, opini publik ini sudah  mempunyai bentuk yang nyata, tetapi masih dapat dialirkan menurut saluran yang dikehendaki.
3. Opini publik yang festig, adalah opini publik yang sudah kuat, & tidak mudah berubah.
Tahap perkembangan atau pembentukan opini publik itu disebabkan perbedaan latar belakang pengetahuan, pengalaman dari individu-individu yang menaruh minat terhadap permasalahan, di samping usia, kedekatan terhadap masalah, pendidikan & faktor-faktor dari luar dirinya seperti banyaknya masalah yang lain, pertentangan pengaruh teman, waktu yang tersedia, dsb. turut berperan dalam pembentukan atau perkembangan opini publik.
Proses komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang atau simbol sebagai media. Tanpa media tidak mungkin pesan bisa sampai kepada komunikan yaitu penerima pesan. Lambang yang digunakan dalam penyampaian pesan kepada komunikan adalah bahasa. Bahasa dalam komunikasi dikenal sebagai media primer ini adalah: kial (gesture), isyarat, gambar, warna, & lain sebagainya. Jika bahasa sebagai media primer, ada media lainnya, yaitu media sekunder, yang dalam penyampaiannya menggunakan alat atau sarana misalnya: surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, internet, dst. Pada umumnya pembicaraan dalam masyarakat yang dinamakan media komunikasi adalah media yang ke dua atau sekunder. Jarang sekali bahasa dianggap media komunikasi, sebab bahasa dengan pesan yang disampaikan menjadi suatu hal yang tidak bisa dipisahkan. Lain halnya dengan media surat, telepon, radio & lainnya, tidak selalu digunakan, sedangkan bahasa itu sudah menjadi paket, di mana orang berkomunikasi pasti memakai bahasa. Jadi dengan demikian media adalah alat atau sarana yang memungkinkan seseorang atau komunikator bisa menyampaikan pesan kepada komunikan atau si penerima pesan, & seperti yang telah diutarakan bahwa bahasa termasuk sebagai totalitas pesan. Bahasa memang yang paling banyak digunakan dalam berkomunikasi, jadi jika menyebut media yang dimaksud adalah semua alat di luar bahasa. Sesungguhnya bahasa adalah alat yang paling banyak digunakan dalam berkomunikasi, karena bahasa sebagai lambang mampu mentransmisikan pikiran, ide, pendapat, & lain sebagainya. Bila dibayangkan jika tidak ada simbol-simbol untuk sesuatu benda di sekitar manusia yang selanjutnya menjadi kata-kata, maka sulit sekali manusia berkomunikasi baik mengenai sesuatu yang konkrit apa lagi abstrak. Karena dilengkapi dengan media di luar bahasa maka manusia dengan mudah dapat berkomunikasi satu dengan yang lain, karena itu dalam bentuk komunikasi ditambahkan satu bentuk lagi yaitu komunikasi medio (medio communication) di samping bentuk komunikasi persona, kelompok, & komunikasi massa. Bentuk komunikasi massa ini adalah suatu bentuk komunikasi yang memakai media massa. Komunikasi massa sebenarnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa. (mass communications), yaitu proses komunikasi melalui media massa.  komunikasi massa itu memiliki ciri sebagai berikut:
1. Komunikasi ditujukan kepada massa/orang banyak sebagai komunikan.
2. Komunikasi dilakukan serempak.
3. Komunikator merupakan suatu organisasi, lembaga, atau orang yang dilembagakan (institutionalized person).
4. Pesannya bersifat umum.
5. Media yang digunakan adalah media massa, artinya bisa menjangkau sekaligus orang banyak.
6. Umpan balik (feedback) tidak langsung/terlambat.
Berdasarkan ciri-ciri komunikasi massa seperti yang telah diutarakan tersebut, jadi komunikasi massa itu:
1Bahwa komunikasi massa itu adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa atau orang banyak sebagai komunikannya. Komunikan yang merupakan kumpulan anggota-anggota masyarakat itu bersifat heterogen. Ini berarti bahwa komunikan yang terpencar-pencar itu bermacam-macam dalam berbagai hal seperti: jenis kelamin, usia, pendidikan, agama, pengalaman, pekerjaan, keinginan, cita-cita, pandangan hidup, & sebagainya. Komunikan yang heterogen itu akan menyebabkan kesulitan seorang komunikator dalam menyebarkan informasi melalui media massa karena setiap individu dari khalayak itu menghendaki agar keinginannya terpenuhi. Demikian juga bagi pengelola media massa tidak mungkin untuk memenuhi keinginan komunikan, & salah satu cara untuk dapat mendekati keinginan seluruh khalayak komunikan adalah dengan mengelompokan berdasarkan perbedaan-perbedaan yang ada. Dengan demikian khalayak penonton dapat dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia pekerjaan, pendidikan, kesenangan, dsb. Seperti telah dikemukakan pengelompokan yang dilakukan oleh berbagai media massa dengan mengadakan rubrik-rubrik atau acara tertentu untuk kelompok atau publik:
- pembaca surat kabar atau majalah,
- pendengar radio,
- penonton televisi.
      Hampir semua media massa menyajikan rubrik-rubrik khusus bagi publik masing-masing medianya. Dalam media mass cetak misalnya diadakan rubrik khusus untuk: anak-anak, remaja, & dewasa; pemeluk Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, & kepercayaan terhadap Tuhan Yang Mahaesa; murid/siswa T.K., S.D., SMP, SMU, & mahasiswa; penggemar seni teater; teknologi; & kelompok-kelompok lainnya. Pada media televisi pun diadakan acara-acara khusus sesuai dengan kelompok penonton, seperti: acara anak-anak, kaum wanita, dewasa, kesenian tradisional, hiburan musik, film khusus anak, film dewasa, dapur sehat, dialog, dsb.
2  komunikasi dilakukan serempak, ini berarti bahwa ciri komunikasi massa dengan media massa dapat melakukan keserempakkan pada komunikan dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan. Dengan ciri keserempakan itu maka pesan-pesan yang disebarkan bisa dengan cepat diterima di mana saja di seluruh daerah di Indonesia, & penerimaan pesannya juga pada saat yang sama. Media massa televisi & radio merupakan media elektronika yang benar-benar serempak dalam penyajiannya, demikian juga penontonnya yang mendengarkan & menonton acara yang disiarkan. Media surat kabar, majalah, & film sedikit berbeda dengan kedua media massa terdahulu. Surat kabar, majalah, & film bisa serempak dalam menyebarkannya tetapi pembaca surat kabar atau majalah & penonton film di bioskop berbedas dalam membaca & menontonnya, hal ini karena karakteristik khusus pembaca & penonton film yang tidak sama dengan pendengar radio & penonton televisi yang pengelola & publiknya bersamaan menyiarkan & menonton atau mendengarnya.
3  komunikatornya merupakan suatu organisasi atau lembaga, & orang yang dilembagakan. Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga atau suatu organisasi. Hal ini berbeda dengan komunikator lain seperti dalang yang muncul dalam suatu forum bisa bertindak lebih bebas, karena ia bertindak atas namanya sendiri. Komunikator pada komunikasi massa, misalnya wartawan surat kabar, penyiar televisi, ia bertindak bukan atas namanya sendiri, tetapi atas nama lembaga, sehingga ia tidak bisa melanggar kebijaksanaan lembaga baik surat kabar maupun stasion televisi yang diwakilinya. Wartawan atau penyiar televisi tidak mempunyai kebebasan individual, semua berdasarkan kebijakan lembaga. Komunikator pada media massa itu tidak bekerja sendirian, tetapi bersama orang lain, & merupakan hasil kerja sama sejumlah orang. Karena itu maka komunikator media massa perlu betul-betul yang trampil sesuai dengan profesinya, sehingga bisa menghasilkan kerja yang baik, bermutu, & berdaya guna.
4  pesannya bersifat umum. Pesan yang disebarkan melalui media massa bersifat umum, karena ditujukan kepada umum & mengenai kepentingan umum. Jadi pesan pada media massa memang tidak ditujukan untuk perseorangan atau kelompok-kelompok tertentu, walaupun yang membaca, mendengar, atau menontonnya individu-individu tertentu yang tidak saling mengenai & berhubungan satu sama lain. Memang inilah yang membedakan media massa dengan media bukan massa. Media surat, telepon, telegram, e-mail, atau teleks bukan media massa karena ditujukkan kepada orang tertentu. Media massa tidak menyiarkan pesan yang tidak menyangkut kepentingan umum, semua pesannya ditujukan untuk kepentingan umum. Media massa bisa saja meliput atau menyiarkan pejabat pemerintah yang meresmikan atau membuka proyek pembangunan, tetapi media massa tidak akan meliput atau menyiarkan resepsi yang bersifat pribadi dari pejabat itu, kecuali kalau pejabat itu kepala negara atau presiden/wakilnya. Peliputan itu karena kekhususan bagi pejabat yang satu atau dua orang di suatu negara.
5  media yang digunakan adalah media massa. Ciri yang ke lima mengenai media yang digunakan dalam komunikasi massa, media yang digunakan adalah media massa, yaitu media yang dapat menjangkau orang banyak. Satu stasion televisi misalnya untuk komunikan yang banyak & tersebar di seluruh tanah air. Hal ini bisa karena memang sifatnya yang masal dari media massa itu. Lain halnya dengan media cetak surat kabar atau majalah yang asalnya satu kemudian diperbanyak sesuai dengan perkiraan yang membutuhkan. Tetapi saat diterima oleh komunikan dapat dibaca oleh leibh dari satu orang. Yang dilihat dari media massa jenis ini adalah keserempakan diterimanya & juga mungkin dibacanya.
7, umpan balik (feedback) tidak langsung/terlambat. Ciri media massa yang terakhir ini berarti bahwa pesan yang disebarkan itu bersifat satu arah, feedback-nya tidak langsung. Feedback-nya (sesuatu yang kembalinya) tidak saat itu seperti dalam komunikasi antar persona yang bentuknya timbal balik. Komunikator dalam komunikasi antar persona dapat secara langsung mengetahui reaksi yang berasal dari komunikan, sehingga bisa diketahui & disusun strategi lanjut dari komunikasi itu. Jadi dalam komunikasi massa, komunikator sama sekali tidak mengetahui arus balik yang berasal dari komunikan (pendengar, penonton, pembaca) saat itu. Jika ada arus balik atau reaksi itu terlambat atau tertunda, karena harus menunggu tanggapan yang belum ada. Penyiar radio & televisi atau sutradara film tidak mengetahui tanggapan khalayak: pembaca, pendengar, atau penonton yang dijadikan sasaran penyiarannya, penerbitannya, atau peredarannya pada saat itu.
Media dalam Proses Komunikasi
Seperti telah diuraikan di muka proses komunikasi bisa dilakukan dengan dua cara:
a. Proses komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara primer yaitu proses penyampaian pesan yang berisi pikiran, ide, atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang atau simbol sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dsb.
b. Proses komunikasi secara sekunder
Berbeda dengan proses komunikasi secara primer, dalam proses komunikasi secara sekunder dalam prosesnya memakai alat atau media, media yang dimaksud misalnya: surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dsb. Proses komunikasi sekunder ini sebenarnya merupakan sumbangan dari komunikasi primer untuk menembus dimensi ruang & waktu.
Dalam proses komunikasi primer antara komunikator & komunikan, bahasalah sebagai penghubung yang paling utama di samping:
1. Kial atau gesture yaitu gerakan-gerakan anggota tubuh seperti gerakan tangan, mata, badan, dsb.
2. Isyarat dengan menggunakan alat seperti kentongan, sirene, asap, bedung, dsb.
3. Gambar, apa pun bendanya menggantikan suatu lambang kata tertentu. Sering kali gambar ini lebih menarik orang, terutama anak-anak, juga sering akan membawa pada suasana yang lebih menyenangkan dari pada hanya simbol atau lambang bahasa.
Perbedaan antara proses komunikasi primer & proses komunikasi sekunder, jika dalam proses komunikasi primeryang mendominasi adalah bahasa, maka dalam proses komunikasi sekunder adalah media atau alat yang bermacam-macam wujudnya. Dengan berkembangnya teknologi karena peradaban manusia makin tinggi, maka komunikasi bermedia mengalami kemajuan pesat yang bisa memadukan bahasa dengan gambar & warna, sehingga melahirkan film, televisi, video, piringan laser, VCD, dst., demikian jugadengan media cetak, tidak hanya menghasilkan surat, poster, spanduk, bulletin, dst., tetapi juga menghasilkan surat kabar, majalah, & tabloid dengan berbagai bentuk, warna, & kertas yang dipakainya.
Media yang digunakan dalam proses komunikasi sekunder oleh O.U. Effendy (1884, 23) diklasifikasikan menjadi:
1. Media massa (mass media) &
2. Media nir massa atau non massa (non mass media).
Pengaruh Media Massa dalam Opini Publik
Informasi yang dimuat dalam media massa akan segera tersebar kepada khalayak yang besar, heterogen, & anonim. Wrigt (dalam Hennesey, 1981, 206) menyatakan bahwa pesan-pesan yang disampaikan kepada khalayak itu terbuka, sering dirancang untuk mencapai kebanyakan anggota khalayak secara simultan, sehingga pesan-pesan itu akan memberikan opini dari khalayak sebagai komunikan. Pesan yang biasa akan berlalu begitu saja, tetapi yang berhubungan dengan kepentingan rakyat banyak atau hajat hidup orang banyak sering kali menghasilkan opini yang dalam, yang cenderung menyerang kebijakan pemerintah. Dalam situasi saat sekarang, jika ada informasi mengenai kebutuhan pokok rakyat banyak, seperti minyak goreng, susu bubuk untuk balita, gula pasir, & beras akan banyak melahirkan opini dari rakyat sesuai dengan golongan-golongan profesinya, yang selanjutnya melahirkan opini publik. Berita dari media massa sering ditunggu oleh khalayak karena keingintahuan dari mereka. Sebaliknya juga pembuat keputusan yaitu pemerintah menjadikan media massa sebagai alat untuk mengetahui pikiran, keinginan masyarakat, sekali pun tidak diketahui secara pasti apa yang dikehendaki masyarakat banyak. Tetapi di saat ini, sebenarnya pemerintah dapat dengan mudah apa yang merupakan keinginan atau yang dikehendaki rakyat. Jika keadaannya kritis sebaiknya pemerintah tidak perlu banyak curiga, jika opini-opini publik di berbagai kota & daerah terus berlanjut, itu tandanya bahwa opini rakyat memang ada atau terbukti. Dari contoh tersebut jelaslah bahwa baik pemerintah maupun rakyat sebenarnya masing-masing saling memperhatikan, media massa menjadi perantaranya. Yang mempunyai cukup waktu akan menyimak informasi melalui televisi atau radio. Sebaliknya yang tidak cukup waktu mereka akan membaca media cetak sebagai alat untuk memuaskan kebutuhannya. Media massa bagi masyarakat sebagai konsumennya memberikan tiga fungsi pokok, yaitu:
a. hiburan,
b. petunjuk/pemberi arah bagi kehidupan sehari-hari, &
c. sebagai sumber informasi & pendapat tentang berbagai peristiwa dalam masyarakat (Hannesey, 1981, 208).
Bagi masyarakat Indonesia ketiga fungsi media massa itu dinikmati oleh sebagian besar yang menyimak/membaca media tersebut. Dalam situasi krisis, berita-berita atau informasi mengenai situasi & politik negara, ditunggu, ditonton, dibaca, & didengar oleh segenap lapisan masyarakat. Kemudian mereka mendiskusikan dengan anggota keluarga & teman-teman sepekerjaan atau pergaulan, yang pada akhirnya melahirkan opini yang kadang-kadang sama atau berbeda terhadap yang dipermasalahkan.
Media massa pers, radio, & televisi mampu memikat perhatian khalayak secara serempak & simultan, karena itu ketiga media massa itu sering menimbulkan masalah dalam segala bidang kehidupan. Karena itu keberadaannya perlu diperhatikan oleh pemerintah & pengaruhnya juga perlu mendapat perhatian seksama dari pemerintah. Sewaktu-waktu akan memperkuat posisi pemerintah karena dukungan dari khalayaknya terhadap keputusan-keputusan yang dikeluarkan, tetapi sewaktu-waktu juga merupakan ancaman terhadap pemerintah karena opini-opini khalayak (opini publik) yang tajam & menusuk kadang-kadang mengkhawatirkan situasi yang ada. Jika khalayak atau publik tertentu mendukung kebijakan pemerintah, akan sangat menguntungkan posisi pemerintah.
Dari uraian mengenai pengaruh media massa tersebut, seolah-olah media massa sungguh perkasa & hebat, tetapi di balik keperkasaannya sebenarnya ada kelemahan di baliknya. Kelemahan itu adalah justru dari sifatnya yang sepintas & singkat. Penyampaian media massa radio atau televisi cepat sekali, selintas, pesan yang satu diganti oleh pesan yang lain, sehingga jika khalayak, pendengar, atau penonton kurang menyimak, maka pengaruhnya sedikit pun mungkin tidak ada. Demikian juga media massa cetak, walaupun tidak seperti televisi atau radio yang selintas atau cepat sekali, pengaruhnya lebih banyak ditentukan oleh pembacanya sendiri. Jika pembaca media massa cetak itu tidak memiliki cukup waktu maka sekali pun informasi yang terdapat di dalamnya penting, menyangkut kepentingannya, sering kali hanya dibaca judulnya atau diperhatikan sesaat. Karena itu media massa bukanlah sesuatu yang sangat berkuasa & perkasa. Faktor lain yaitu komunikan, kondisinya sangat menentukan. Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh pengelola media massa, supaya pesannya diperhatikan perlu ada strategi khusus agar pembaca, pendengar, & penonton mau memperhatikan media yang dihadapinya.
Media massa adalah suatu alat yang digunakan seseorang untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat luas atau banyak. Media massa merupakan media yang selalu mendapat perhatian dari masyarakat luas. Kehidupan manusia pada masa sekarang ini hampir tidak pernah lepas dari media massa baik itu televisi, koran, radio, ataupun internet. Setiap manusia hampir dapat dipastikan bahwa manusia akan berhubungan dengan media massa. Dapat kita lihat berapa jam orang akan melihat televisi dalam satu hari. Semakin lama waktu orang melihat televisi, maka akan semakin banyak pula hal-hal baru yang dapat ia ketahui. Dari paparan diatas maka dapat kita lihat bahwa suatu media massa mau tidak mau pasti akan mempengaruhi perilaku manusia yang berinteraksi dengannya (media massa).
Dalam suatu penelitian diketahui bahwa orang yang sering melihat film kekerasan beranggapan bahwa kemungkinan terjadinya kekerasan terhadap seseorang dijalan sebanyak dua puluh berbanding satu. Padahal pada kenyataannya kemungkinannya sebesar lima puluh berbanding satu. Dari sini dapat kita lihat bahwa dengan sebuah film yang sering dilihat dapat membentuk penilaian seseorang tentang suatu hal, dan penilaian tersebut sangat jauh berbeda dari kenyataan. Dengan demikian intansitas melihat film dapat membentuk perspektif seseorang.
Adanya kenyataan demikian sering pula dimanfaatkan oleh para elit politik untuk memperoleh jumlah suara saat menjelang pemilu. Sering elit politik tertentu membuat tayangan-tayangan tentang kegiatan sosialnya pada suatu stasiun televisi dalam intensitas yang besar. Elit politik ini berusaha membentuk pandangan masyarakat luas tentang dirinya. Hampir sama dengan hal diatas, terdapat seorang aktor film yang dinilai memanfaatkan ketenarannya guna mendukungnya untuk suatu pencalonan pemilihan gubernur. Dari seringnya ia tampil di film ia telah memiliki citra sendiri yang diberikan oleh masyarakat. Dan citra yang dibuat oleh masyarakat inilah yang dimanfaatkan untuk menarik dukungan atau simpati dari masyarakat.
Spiral of silence, suatu teori tentang pengaruh khalayak luas terhadap pendapat individu. Teori itu menjelaskan bahwa pada suatu ketika pendapat dari masyarakat tentang hal tertentu akan terbagi atas dua kelompok. Kelompok ini terdiri dari kelompok besar dan kelompok kecil. Kelompok mayoritas (kelompok besar) akan selalu mendominasi pendapat dari masyarakat. Pendapat dari kelompok kecil (kelompok minoritas) suaranya akan hilang atau tidak terdengar. Lama kelamaan kelompok minoritas tidak memiliki nilai tawar sehingga kelompok minoritas akan mengikuti kelompok mayoritas.
Pada jaman mendatang penguasaan terhadap komunikasi akan menjadi senjata ampuh untuk menguasai dunia. Amerika sebagai contoh, dengan penguasaannnya terhadap segala bentuk informasi maka ia dapat selalu mengklaim dirinya memenangkan suatu peperangan. Atau ia dapat mengklaim negara lain sebagai sarang teroris hanya dengan pemberitaaan yang ia lancarkan secara gencar. Amerika selalu membuat kebohongan-kebohongan terhadap publik atau masyarakat untuk membuat citra dirinya sebagai pahlawan.
Penayangan suatu hal di suatu media massa yang sering diperhatikan oleh masyarakat luas akan dapat membentuk pandangan masyarakat terhadap hal tersebut. Dengan demikian peran media massa akan berpengaruh besar dalam membentuk persepsi masyarakat. Adanya anggapan siapa yang mampu menguasai media massa maka kemungkinan besar ia yang akan mampu menguasai dunia. Hal ini dapat dipahami karena dengan dikuasainya media massa maka ia akan mampu membentuk pandangan masyarakat. Persepsi dari masyarakat akan berpengaruh pada perilakunya dalam menanggapi setiap kejadian. Dengan mampunya membentuk pandangan masyarakat, maka akan dapat menguasai seluruh masyarakat karena kelompok mayoritas akan mampu mengalahkan kelompok minoritas. Dalam konteks luas pembentukan persepsi masyarakat luas akan dapat mengubah adat budaya dari masyarakat tersebut, misal adanya perubahan dari cara menanggapi suatu kejadian. Dengan demikian nyatalah pengaruh media terhadap perilaku sosial manusia.

Pengaruh Media Massa terhadap Masyarakat

Beralihnya suatu masyarakat tradisional menjadi modern, beriringan dengan munculnya gelombang urbanisasi. Berdasarkan data yang ada, setiap tahunnya jumlah penduduk perkotaan di negara-negara berkembang bertambah sekitar 45 juta orang. Bahkan pertumbuhan tingkat urbanisasinya melebihi pertumbuhan industrialisasi. Meski kehidupan perkotaan dan modern mampu menghasilkan beragam fasilitas, kemudahan, dan kesejahteraan material bagi para penduduknya, namun begitu, kehidupan modern juga banyak melahirkan persoalan dan krisis sosial baru.
Kini, isu kesehatan sosial merupakan salah satu masalah yang vital. Media massa sebagai perangkat sosialisasi yang paling berpengaruh, tentu bisa berperan efektif berkenaan dengan masalah kesehatan sosial. Namun persoalannya, bagaimanakah posisi dan peran media massa terhadap isu tersebut? Nah, saudara dalam acara Perspektif kali ini, kami mencoba mengajak Anda mengkaji posisi dan peran media massa dalam masalah kesehatan sosial masyarakat.
Ada banyak jawaban yang diajukan oleh para pakar sosial mengenai peran media massa terhadap isu kesehatan sosial masyarakat. Peran media massa dalam hal ini bergantung pada tujuan dan publik yang digarapnya. Sebagian besar pengamat mengkritik keras aktifitas media massa negara-negara besar Barat. Mereka berkeyakinan, media-media Barat sering merekayasa kenyataan, sehingga bisa mengancam kesehatan sosial masyarakat. Jean Baudrillard, pakar media asal Perancis, meyakini bahwa media merupakan perangkat untuk mengacaukan hakikat dan kenyataan beragam persoalan. Lebih lanjut ia memaparkan, "Apa yang kita anggap sebagai realitas, sejatinya adalah pandangan media terhadap isu tersebut. Bisa dikatakan, realitas bisa terwujud dalam berbagai bentuk sesuai dengan banyaknya media dan gambar. Dengan kata lain, simbol realitas telah menggantikan realitas itu sendiri.
Menurut Baudrillard, batas realitas dan hiburan telah kabur. Gambar telah memberikan identitas maya terhadap kenyataan, hingga berita politik ditampilkan tak ubahnya suatu hiburan, dan peristiwa nyata mengenai perang dan pembantaian berubah menjadi layaknya naskah sandiwara melodrama ataupun tragedi. Berkelindannya budaya, politik, dan hiburan ini sebegitu eratnya hingga batas antar realitas menjadi tumpang tindih, dan tak lagi bisa ditentukan batas tegasnya.
Campur aduknya realitas dengan perkara maya di Barat, memunculkan krisis sosial di tubuh masyarakat Barat. Sebagian peneliti, menuding media massa sebagai biang utama krisis sosial di negara-negara industri, khususnya di AS. Penyebaran kekerasan lewat media merupakan salah satu masalah yang bisa mengancam kesehatan sosial masyarakat. Sejumlah hasil penelitian di AS menunjukkan kekerasan yang kerap ditampilkan oleh media massa AS merupakan salah satu faktor yang berpengaruh penting terhadap munculnya kekerasan di tengah masyarakat. Hasil analisa terhadap lebih dari 8000 jam program televisi dan parabola AS membuktikan bahwa 60 persen dari program televisi AS merupakan produk acara yang mengandung kekerasan. Dengan kata lain, bocah-bocah AS sebelum lulus SD, mereka telah dijejali dengan lebih dari 8000 tayangan pembunuhan, dan ratusan ribu tindak kekerasan lainnya seperti aksi saling pukul, baku tembak, dsb. Dengan begitu, ketika masyarakat Barat tak lagi mampu membedakan antara kenyataan dan fenomena maya, mereka pun menjadi acuh dan abai terhadap persoalan yang terjadi di dunia.
Terjadinya kasus pembantaian di SMA Columbine, Colorado, AS pada tahun 1999 merupakan salah satu contoh kasus kekerasan berdarah di negara ini. Kasus-kasus semacam ini merupakan salah satu indikator bobroknya nilai-nilai moral dan kemanusiaan di negeri Paman Sam. Dalam peristiwa tragis ini, dua remaja menembak membabi-buta hingga menewaskan 12 rekan siswa dan seorang guru.
Salah satu produk media massa yang berdampak negatif terhadap kesehatan sosial masyarakat, adalah program semacam iklan dan tayangan hiburan. Media banyak menampilkan iklan yang berefek buruk terhadap anak-anak dan remaja. Hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa iklan rokok bisa menarik perhatian anak-anak dan remaja, sehingga berpotensi menjadikan mereka sebagai konsumen rokok. Begitu juga dengan iklan dan promosi minuman keras dalam acara-acara hiburan. Iklan semacam ini bisa merubah pandangan dan membangkitkan keinginan remaja untuk meminum minuman keras. Padahal betapa banyak riset yang membuktikan, bahwa minuman keras merupakan biang aksi kekerasan dan kriminalitas.
Dampak buruk lainnya media massa adalah kekuatan media dalam mengubah dan membentuk gaya hidup seseorang. Sejumlah peneliti mengungkapkan, menonton telivisi secara berlebihan di kalangan anak-anak bisa menyebabkan cara hidup yang pasif dan malas bergerak pada anak-anak. Hal ini mengakibatkan munculnya gejala semacam kegemukan, kebiasaan makan yang salah, naiknya kolesterol, penyakit pencernaan, dan gangguan psikologis.
Kian meningkatnya arus urbanisasi di negara-negara berkembang, memunculkan pula gaya hidup perkotaan ala Barat. Padahal, setiap negara memiliki kebudayaan dan keyakinan khas yang terkadang berseberangan dengan nilai-nilai Barat. Karena itu, media-media massa lokal harus memberikan perhatian yang lebih serius terhadap nilai dan budaya setempat masyarakatnya.
Meski demikian, media massa juga bisa berperan positif bagi masyarakat. Karena itu, masalah kesehatan sosial masyarakat harus kita kaji dari beragam sisi. Dari sisi moral, masyarakat yang sehat adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, semacam cinta sesama manusia, menghormati hak-hak orang lain, menyebarnya tradisi saling memaafkan dan mengasihi. Terkait hal ini, media massa bisa berperan positif dalam menyebarkan dan membumikan nilai-nilai moral. Penayangan acara yang mendidik namun menghibur merupakan salah satu cara efektif bagi media untuk membangun masyarakat yang sehat.
Beragam riset yang dilakukan oleh para ilmuan membuktikan bahwa merebaknya penyakit semacam AIDS memiliki kaitan erat dengan lemahnya keyakinan religius seseorang. Sebagian besar penderita AIDS adalah mereka yang pernah melakukan hubungan seks di luar nikah. Indikator ini merupakan salah satu bukti bahwa agama memiliki peran yang vital dalam menciptakan kehidupan sosial yang sehat. Agama bisa memberikan solusi dan mengajarkan cara hidup yang sehat bagi masyarakat. Agama juga berperan penting dalam membangun kebersamaan dan solidaritas di tengah masyarakat.
Media massa juga bisa berperan sebagai sumber rujukan di bidang pendidikan dan penyebaran informasi yang cepat. Dalam hal ini, media dapat meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat. Sekarang ini, media memiliki andil yang penting dalam mengajak masyarakat untuk memerangi kekerasan, dan tindak kriminalitas.
Media sebagai kekuatan strategis dalam menyebarkan informasi merupakan salah satu otoritas sosial yang berpengaruh dalam membentuk sikap dan norma sosial suatu masyarakat. Media massa bisa menyuguhkan teladan budaya yang bijak untuk mengubah prilaku masyarakat.
perbedaan dan ketidakjelasan didunia ini. Banyak juga segi positif lain yang bisa kita dapat dari keberadaan TV dan radio, misalnya sebagai media rekreasi.
Dengan memiliki TV dan radio, kita pun dapat mencapai keseimbangan hidup baik dari segisosial dan etika. Melalui penyampaian program-program acara dan siaran berisi edukasi danentertainment (Edutainment) yang berkualitas, maka diharapkan sistem transfer informasidapat berjalan baik. Akan tetapi karena begitu besarnya peran dan daya pikat yang timbul dari keberadaan TV dan radio, akhirnya juga menimbulkan pengaruh buruk dalam kehidupan apabila disalah fungsikan. Hal tersebut berasal dari berbagai aspek TV dan radio sendiri, misalnya pengaruh efek sinar, gerak, dan suara yang dihasilkan dan efek jenis, kuantitas, dan kualitas siaran ataupun program yang ditampilkan. Kesemuanya itu memberikan pengaruh yang kompleks baik sisi psikologis, kehidupan sosial dan kesehatan jasmani masing-masing individu. Salah satu contoh efek negatif yang muncul di TV dan radio adalah acara atau iklan yang terlihat lebih mementingkan sisi komersial semata tanpa memikirkan sisi edukasinya. Pada hakekatnya, iklan pada TV dan radio tersebut dibuat dan disampaikan sebagai media promosi dari suatu produk dan pelayanan sebagai wujud hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebenarnya, media promosi itu sendiri adalah alat untuk promosi yang berisi
pemaparan secara faktual, logis dan realistis. Tetapi faktanya sekarang ini, banyak terjadi penyalahgunaan yang terjadi dalam dunia pariwara. Dengan menghalalkan segala cara iklan-iklan pada TV dan radio dibuat dan disampaikan secara berlebihan dan tidak jujur, menyesatkan, jauh dari hakekat peranan iklan sebenarnya. Tampilan iklan-iklan terkesan hanya memunculkan sisi kelebihan untuk menjaring keuntungan sebesar-besarnya (profit oriented) dan menutupi kenyataan keburukan dari suatu produk yang sebenarnya ada (non konsumen oriented) pada sisi lainnya.
Keluarga sebagai pemirsa dan obyek dari TV dan radio merupakan santapan empuk penyalahgunaan iklan tersebut, terutama pada anak-anak dengan pengaruh yang sangat besar karena mereka masih dalam proses perkembangan kognitif dan mental-jasmani. Menurut
penelitian, rata-rata anak tertarik menonton info komersiil tersebut disebabkan mereka mudah dipengaruhi oleh komunikasi yang bersifat satu arah, yaitu oleh ucapan, dari janji dan gambar menarikyang disampaikan. Hal ini kontras dibandingkan orang dewasa yang lebih memilih
memindahkan channel, rehat sementara atau tidak memperhatikan sama sekali sampai info komersial itu selesai. Selain itu, pengaruh buruk iklan yang salah adalah anak-anak lebih cenderung berpikirinstant. Dalam arti, segala sesuatu kebutuhan dipikirkan oleh anak dapat dengan mudahmereka miliki atau ketahui, tanpa ada usaha untuk mendapatkannya. Kemudian anak-anak juga masih menghadapi kesulitan dalam membedakan antara fantasidan kenyataan, contoh kongkrit pada iklan yang berisi khayalan aksi heroik, maka secaralangsung merangsang mereka untuk meniru tanpa berpikir panjang efek buruk yang sudahmenanti. Bahkan lebih ekstrim lagi, iklan TV dan radio dapat dianggap sebagai panutan,bukan orang tua mereka masing-masing.
Akibat lebih jauh yang dominan yang timbul adalah pada perkembangan kejiwaan anak yang terganggu, terutama perilaku yang berubah menjadi lebih agresif, non kooperatif dan penurunan intelektualitas. Oleh karena itu, diperlukan antisipasi dini terutama dari dalam keluarga (orang tua).
Meskipun iklan maupun acara TV dan radio mengandung unsur negatif, tetapi juga memiliki esensi positif didalamnya sebagai bagian kecil dari keseimbangan hidup anak-anak. Disinilah peran sentral para orang tua untuk mengarahkan dan memberikan bimbingan untuk membentuk persepsi yang benar terhadap suatu iklan. Yang terpenting pula adalah memberikan waktu yang cukup kepada anak-anak untuk bermain dan lebih bersosialisasi dengan teman-teman sepermainannya, punya waktu luang yang cukup untuk membaca cerita dan istirahat atau tidur, serta punya waktu untuk berekreasi dan menikmati makna arti kehangatan sebuah keluarga. Pada akhirnya secara aktif memberikan stimulus suasana yang menyenangkan diantaranya dengan permainan-permainan yang sehat yang membantu perkembangan otak dan nutrisi yang cukup, karena secara umum anak lebih senang belajar dengan melakukan berbagai hal baik sendiri maupun berkelompok. Jadi bukan terus-menerus membiarkan kebiasaan mereka menonton TV dan menyimak radio terlalu lama, terutamafantasi dari acara dan iklan yang ditampilkan.
Media mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan kognisi seseorang. Media memberikan informasi dan pengetahuan yang pada akhirnya dapat membentuk persepsi. Dan penelitian menunjukan bahwa persepsi mempengaruhi sikap (attitude) dan perilaku
seseorang. Kognisi adalah semua proses yang terjadi di fikiran kita yaitu, melihat, mengamati, mengingat, mempersepsikan sesuatu, membayangkan sesuatu, berfikir, menduga, menilai, mempertimbangkan dan memperkirakan. Teori agenda setting yang dikemukakan oleh Maxwell Mc Combs dan Donald Shaw adalah salah satu teori tentang proses dampak media atau efek komunikasi massa terhadap masyarakat dan budaya. Teori ini termasuk dalam Phase 3 dari The Primes Of Media Effect yakni Powerful Media Rediscovered. Meskipun biasanya lebih dirujuk sebagai fungsi belajar media massa dari pada sebagai teori. Agenda setting menggambarkan kekuatan pengaruh media yang sangat kuat terhadap pembentukan opini masyarakat, pada teori tersebut menyatakan bahwa: “media massa, dengan memperhatikan pada beberapa isu tertentu dan mengabaikan lainnya, akan mempengaruhi opini public. Orang cenderung mengetahui tentang hal-hal yang disajikan oleh media massa dan menerima susunan prioritas yang ditetapkan media massa terhadap berbagai isu tersebut”.
Media massa yang semakin terbuka dan bebas membuat kita perlu memfilter atu menyaringnya sebelum mengaplikasikannya kedalam pikirin kita, apakah ini benar atau salah sehingga kita tidak perlu terbawa terlalu jauh kedalam dampak-dampak negatif dan buruk yang dibawa media massa terhadap kehidupan kita sehari-hari. Bagi anak-anak peranan orang tua sangatlah penting dalam peneyerapan informasi dari media
cetak dan elektronik.
Apa yang harus dilakukan orangtua?
1.Beri batasan waktu untuk menonton televisi. Kapan ia boleh dan kapan waktunya ia harus berhenti menonton televisi. Untuk anak prasekolah, kondisi tersebut mungkin agak sulit karena pada usia tersebut anak sudah mulai bisa membantah. Cobalah membuat kesepakatan bersama mengenai batasan-batasannya. Misalnya jenis tayangan yang ia inginkan dan lamanya waktu menonton. Untuk batita, tetapkan batasan waktunya, yaitu cukup satu jam sehari. Sedangkan untuk usia prasekolah boleh menonton televisi kurang dari dua jam sehari.

2.Manfaatkan waktu yang sedikit tersebut sekaligus sebagai sarana belajar anak. Duduklah bersama anak dan diskusikan isi tayangan pilihannya.
3.Siapkan kegiatan alternatif pengganti agar anak tidak lagi merengek dan kembali menonton televisi.
4.Tanamkan nilai-nilai keluarga secara berulang agar anak mengerti apa yang boleh dan tidak boleh dilakukannya sehingga anak lebih percaya diri menghadapi teman-temannya.
Dampak media (media effects) adalah perubahan kesadaran, sikap, emosi, atau tingkah laku yang merupakan hasil dari interaksi dengan media. Istilah tersebut sering digunakan untuk menjelaskan perubahan individu atau masyarakat yang disebabkan oleh terpaan media.
Perkembangan pemikiran dan teori tentang dampak media mempunyai sejarah alamiah karena dipengaruhi oleh setting waktu, tempat, faktor lingkungan, perubahan teknologi, peristiwa-peristiwa sejarah, kegiatan kelompok-kelompok penekan, para propagandis, kecenderungan opini publik, serta beragam penemuan-penemuan dan kecenderungan yang berkembang dalam kajian ilmu-ilmu sosial.
McQuail (2000: 417-421) mememetakan perkembangan pengetahuan mengenai riset media ke dalam empat tahap. Tahap pertama, all-power media. Pada fase pertama ini, media diyakini mempunyai kekuatan yang sangat berpengaruh dalam menentukan opini dan keyakinan, mengubah kebiasaan hidup (habits of life) dan menentukan perilaku sebagaimana ditentukan oleh pengontrol pesan atau media. Pandangan-pandangan ini tidak didasarkan pada investigasi ilmiah, tetapi lebih didasarkan pada observasi tentang popularitas media seperti koran, radio, dan film dalam mengintervensi banyak aspek kehidupan manusia dalam hubungan-hubungan publik. Penggunaan media oleh para propangandis dalam Perang Dunia I yang disponsori  negara-negara diktator dan rezim revolusioner yang di Rusia semakin menegaskan kuatnya pengaruh media pada saat itu.
Tahap kedua, pengujian teori media powerfull. Transisi ke arah penelitian empiris telah mendorong munculnya tahap kedua yang mulai memikirkan tentang dampak media. Penelitian semacam ini dimulai oleh riset literatur yang dilakukan atas Paine Fund Studies di Amerika pada awal tahun 1930-an. Studi ini memfokuskan pada pengaruh film terhadap anak-anak dan remaja. Studi-studi terpisah lainnya menyangkut dampak tipe-tipe pesan dan media yang berbeda, khususnya film atau program-program aktivitas kampanye. Studi-studi pada era ini dikonsentrasikan pada kemungkinan penggunaan film dan media yang lain untuk melakukan aktivitas komunikasi persuasif. Pada tahap ini, penelitian-penelitian yang menggunakan metode eksperimental telah mulai dilakukan seperti penelitian Hovland et.al (1950), Hughes (1950), Lazarsfeld et. al (1944), dan Berelson et.al. (1954) (McQuail, 2000: 418). Penelitian-penelitian semacam ini terus berlanjut ke dalam kemungkinan dampak buruk media terhadap anak-anak pada era tahun 1950-an. Kesimpulan yang dapat diambil dari perubahan-perubahan penelitian pada tahapan ini adalah seiring perkembangan metode penelitian, fakta, dan teori menyarankan adanya sejumlah variabel-variabel baru yang seharusnya dipikirkan atau diperhitungkan dalam membahas dampak media. Para peneliti mulai membedakan kemungkinan-kemungkinan dampak yang berbeda menurut karakteristik sosial dan psikologis; mereka mulai memperkenalkan sejumlah faktor yang berhubungan dengan dampak pengantara seperti kontak personal dan lingkungan, dan tipe-tipe motif seseorang dalam mengakes media. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa media massa tidak mempunyai dampak sama sekali terhadap audience.
Tahap ketiga, penemuan kembali kekuatan dampak media. Pada tahap ini, kesimpulan tahap sebelumnya yang mengatakan bahwa media tidak mempunyai dampak terhadap audience atau mempunyai dampak minimal telah mendapatkan tantangan. Salah satu faktor yang menjadi penyebab penolakan mengenai teori dampak minimal adalah munculnya televisi pada era 1950-an dan 1960-an sebagai sebuah medium yang mempunyai kekuatan atraktif dan dampak besar dalam kehidupan sosial. Penelitian awal mulai menggunakan suatu model yang dipinjam dari displin ilmu psikologi yang berusaha mencari hubungan antara tingkat pajanan media (media exposure) dengan ukuran-ukuran perubahan atau variasinya dengan sikap, pendapat, informasi atau perilaku, dan sejumlah  variabel pengantara. Pada tahap ini, telah terjadi pergeseran perhatian ke arah perubahan-perubahan jangka panjang dan kognisi dibandingkan dengan sikap, dampak, dan ke arah fenomena kolektif seperti pendapat, struktur keyakinan, ideologi, pola-pola budaya dan bentuk-bentuk institusional media (McQuail, 2000: 420). Penelitian-penelitian berikutnya mulai menaruh perhatian pada bagaimana media memproses dan menentukan isi pesan sebelum disampaikan ke audience.
Tahap keempatnegotiated media influence. Pada akhir 1970-an, muncul suatu pendekatan baru yang lebih dikenal dengan pendekatan konstruksi sosial. Pada dasarnya, pendekatan ini melibatkan pandangan media yang mempunyai pengaruh signifikan melalui konstruksi makna. Pendekatan konstruksi sosial menawarkan suatu  pandangan bahwa pengaruh media terhadap audiens melalui proses negosiasi ke dalam struktur pemaknaan personal, yang seringkali ditentukan oleh identifikasi kolektif. Makna dikonstruksi oleh penerima pesan itu sendiri. Proses mediasi ini melibatkan konteks sosial penerima pesan.
Diskusi mengenai dampak merupakan akibat dari apa yang dilakukan media, baik secara sengaja atau tidak sengaja. Berkaitan dengan tingkat dan jenis efek media, Klapper (1960, dalam McQuail, 1997) membedakan efek media ke dalam tiga jenis: conversion, minor change, dan reinforcement, yang secara berturut-turut merepresentasikan perubahan pendapat atau keyakinan menurut maksud komunikator; perubahan dalam bentuk atau intensitas kesadaran, keyakinan atau perilaku; dan peneguhan atas keyakinan yang telah ada, pendapat, atau pola-pola perilaku. Selain itu, dampak media juga dapat dibedakan ke dalam dampak yang bersifat kognitif, afektif, dan perilaku (konatif/behavioural).
Dampak media juga dapat dibedakan ke dalam tingkatan individu, kelompok atau organisasi, institusi sosial, keseluruhan masyarakat, dan budaya (McQuail, 2000: 423). Lebih lanjut, McQuail (2000: 424) membedakan jenis-jenis perubahan yang dipengaruhi media adalah sebagai berikut: media menyebabkan perubahan yang disengaja, media dapat menyebabkan perubahan yang tidak disengaja, media dapat menyebabkan perubahan minor (bentuk atau intensitas), media dapat memfasilitasi perubahan (sengaja ataupun tidak), memperkuat yang sudah ada (tanpa perubahan), dan mencegah perubahan.
Dimensi lain diskusi mengenai dampak media adalah menyangkut dampak media dalam jangka pendek (short-term effect) dan dampak jangka panjang (long-Term Effect). Pandangan-pandangan mengenai dampak jangka pendek ini meliputi tipe-tipe sebagai berikut: respons dan reaksi individu (individual response and reaction), media dan kekerasan, model dampak perilaku (a model of behavioural effect), dampak reaksi kolektif (collective reaction effects), kampanye, dan propaganda.
Dalam kaitan ini, diantara isu-isu yang berkembang dalam riset dampak media, isu mengenai dampak media terhadap perilaku agresif atau dampak media yang berkenaan dengan kekerasan dan perilaku agresif telah menjadi objek banyak sekali penelitian (McQuail, 2007: 434). Menurut McQuail, keyakinan yang sangat kuat mengenai adanya korelasi antara kekerasan dalam layar kaca dengan kekerasan aktual yang terjadi dalam masyarakat telah menjadi objek ribuan studi, tetapi tidak terdapat kesepakatan mengenai derajat pengaruh kekerasan dalam layar kaca terhadap kekerasan aktual dalam masyarakat.
Penelitian yang dilakukan oleh US Surgeon General pada akhir 1960-an menyimpulkan sebagai berikut (Lowery and Defleur, 1995 seperti dikutip McQuail, 2000:  434). Pertama, muatan program televisi dipenuhi dengan kekerasan. Kedua, anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu bersinggungan dengan program televisi yang mengandung kekerasan. Ketiga, di atas semuanya, bukti-bukti mendukung hipotesis bahwa menonton program-program hiburan yang berbau kekerasan mempunyai kemungkinan meningkatkan perilaku agresif. Sementara itu, dampak jangka panjang berangkat dari pandangan bahwa komunikasi dalam ranah ekonomi dan pembangunan, secara sadar dapat digunakan untuk mempromosikan perubahan jangka panjang. Banyak fakta yang mendukung upaya-upaya setelah Perang Dunia Kedua untuk menggunakan media sebagai alat kampanye kemajuan teknis di bidang kesehatan dan pendidikan di negara-negara sedang berkembang, yang sering mengikuti model-model yang dikembangkan di pedesaan Amerika Serikat (Katz et.al., 1963, seperti dikutif McQuail, 2000: 450).
Menurut McQuail (1997), model-model dampak media jangka panjang ini menyangkut model-model difusi, distribusi pengetahuan, persebaran berita dan proses belajar dari berita (news diffusion and learning from news), framing effects, agenda-setting, knowledge gaps, perubahan jangka panjang yang tidak direncanakan, sosialisasi, pengonstruksian dan pendefinisian realitas, the spiral of silence, penanaman, dan media dan perubahan budaya, dan lain sebagainya.
Dalam konteks teknologi, dengan hadirnya internet misalnya, ada beberapa dampak yang patut dicatat. Pertama, salah satu pengaruh yang amat kuat dari munculnya komunikasi melalui internet adalah hilangnya diferensiasi sosial dan dengan itu menjadi tidak relevan lagi berbagai hierarki sosial. Hubungan sosial semakin ditentukan oleh kebebasan dan kepercayaan dan bukannya oleh pengekangan dan ketundukan kepada kekuasaan. Kedua, dengan adanya arus lalu lintas informasi melalui information superhighway, hampir tidak mungkin pula mengawasi akses setiap orang kepada informasi mengenai apa saja (Abrar, 2003).
Pada tataran individu, orang yang menggunakan internet akan mengalami realitas di luar apa yang dijalaninya sehari-hari. Pada titik tertentu orang-orang yang mengakses teknologi informasi dengan fasilitas komunikasi via internet misalnya, menjadi tidak peduli dengan tatanan moral, sistem nilai dan norma yang telah disepakati dalam masyarakat selama berabad-abad. Intinya tidak lagi peduli pada aturan yang ada. Belum lagi sikap individualisme yang makin meninggi makin ditunjang dengan sifat internet sebagai komunikasi interaktif yang tidak mengharuskan komunikasi pertemuan “fisik”.
Sebaliknya, di sisi lain, sejarah juga mencatat kontribusi positif internet. Masuknya lembaga pers dalam memanfaatkan internet untuk jurnalisme misalnya, telah membantu masyarakat dalam memanfaatkan teknologi ini secara maksimal. Internet mampu mewadahi teknologi cetak, radio dan televisi. Saat meletus Perang Teluk II contohnya, orang tidak lagi menghabiskan waktunya untuk menonton televisi, tetapi cukup mengikutinya via internet. Informasi yang ditampilkan tidak saja di-update setiap saat, tetapi juga lebih menarik dan lengkap dengan format teks, audio, dan audiovisual (Yusuf dan Supriyanto, Jurnal Komunikasi, 2007: 101).
Dengan semakin bertambahnya kemampuan internet dalam menyajikan tampilan atraktif dan kecepatan yang semakin tinggi, semakin banyak orang menjadikan internet tidak hanya untuk mencari informasi tetapi juga berbagai keperluan lain. Dari mencari jodoh, teman kencan, pekerjaan, beasiswa, hingga transaksi barang-barang ilegal. Berdasarkan sebuah penelitian, hampir 90% mahasiswa di Amerika  mencari informasi yang berkaitan dengan studi mereka melalui internet. Kondisi demikian telah menjadikan internet sebagai media komunikasi antar manusia di seluruh planet bumi ini, sehingga memunculkan komunitas-komunitas maya yang dikenal dengan istilah netizen, warga negara dunia maya yang melakukan berbagai interaksi, komunikasi, dan transaksi secara online (Yusuf, 2007: 178).
Dari sisi ilmu pengetahuan, khsususnya terkait dengan riset ilmiah, internet memberikan sumbangan yang sangat besar, terutama berkaitan dengan pengurangan personel pengambilan data, biaya untuk mengurangi perjalanan fisik, dan penghematan waktu. Di samping server-server yang menyediakan data sekunder, komunitas-komunitas dunia maya merupakan sumber penyedia responden untuk mendapatkan data primer dengan lebih cepat, mudah, dan biaya lebih murah.
Anak-anak dan remaja di bawah umur adalah golongan netter yang paling dikhawatikan menjadi korban penyalahgunaan internet. Dari masalah-masalah sederhana sampai persoalan serius yang berimplikasi pidana. Remaja pengakses internet sangat dimungkinkan secara tidak sengaja tersesat masuk ke situs-situs ”berbahaya”. Mereka mudah mendapatkan atau menemukan (sengaja maupun tidak) materi-materi yang tidak layak diakses, misalnya pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, ataupun hal-hal lain yang sifatnya menghasut untuk melakukan aktivitas negatif-ilegal.
Internet juga mengundang bahaya karena giat menjajakan kekerasan. Situs-situs yang bernuansa gelap, sadis dan berhubungan dengan penyimpangan seksual betebaran di dunia maya. Kekerasan yang ditampilkan bersifat simbolik sampai fisik, seperti teks dan gambar dari skala no blood (kekerasan tanpa darah) hingga ke penyiksaan menuju kematian. Banyak homepage khusus penyedia tayangan video yang menampilkan adegan kekerasan dan pembunuhan menyimpang. Foto-foto yang berisi kematian dan pembunuhan akibat perang juga banyak dicari orang lewat internet. Di Indonesia misalnya, saat terjadi peristiwa kerusuhan di Sampit atau rentetan tragedi DOM Aceh, terdapat situs-situs yang khusus memperlihatkan foto kepala terpenggal, usus manusia terburai, tubuh membusuk dikerubungi lalat dan foto-foto mengerikan lainnya.
Selain kekerasan, bahaya yang paling sering dikahwatirkan adalah soal pornografi. Jumlah pengakses konten pornografi online di internet dari hari ke hari semakin meningkat. Parahnya, ini terjadi di kalangan anak dan remaja. Setidaknya demikian hasil studi yang terungkap di Amerika Serikat. Penelitian yang dilakukan University of New Hampshire untuk National Center for Missing and Exploited Children membandingkan jumlah dan perilaku pengakses pornografi online pada tahun 1999-2000 dengan jumlah dan perilaku pengakses pornografi online 2005. Menurut hasil studi, jumlah pengakses pornografi online di kalangan anak remaja berusia 10-17 tahun meningkat 25% dari sebelumnya (Ardhi, http: //detikinet.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/12/tgl/06/time/142552/idnews/716867/idkanal/398)). Kenaikan tersebut terjadi karena taktik bisnis pornografi makin agresif. Makin canggihnya performa kecepatan komputer dan koneksi Internet dalam menangani gambar juga salah satu faktor penyebab peningkatan angka tersebut.
Masalah pengintimidasian seksual di internet juga terbukti makin meningkat. Tercatat 1 dari 10 orang mengalami pelecehan seksual secara online. Jumlah predator seksual yang mencoba mengeksploitasi anak-anak terus menanjak. Meski jumlah pengakses pornografi meningkat, menurut studi University of New Hampshire tersebut, kewaspadaan remaja AS terhadap ancaman internet makin baik. Terbukti mereka kini lebih berhati-hati berinternet. Mereka juga lebih jarang mengunjungi chatroom atau ngobrol dengan orang yang tidak dikenal (Ardhi, Ibid).
Situs-situs jaringan pertemanan seperti Friendster, Facebook,  dan Myspace yang notabene sebagian besar penggunanya adalah anak muda, belakangan berkembang menjadi sarana kejahatan seksual yang melibatkan anak di bawah umur. Menurut Myspace, saat ini diperkirakan ada sekitar 550.000 profil yang telah melakukan registrasi yang disinyalir pelaku kejahatan seksual di Amerika. Sudah banyak pelaku memangsa korban dengan awalnya mengaku ingin menjadi teman mereka. Yang menjadi korban biasanya anak berusia belasan tahun. Tragisnya, ini tidak hanya menimpa anak perempuan saja, bocah lelaki juga dijadikan sasaran untuk melampiaskan penyimpangan hasrat seksual pelaku .
Gejala yang sama juga terjadi di Asia. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh ABAC Poll Research Centre dari Assumption University – Thailand terhadap  1.303 responden remaja menunjukkan, lebih dari 10 persen pernah berhubungan seksual dengan orang-orang yang mereka temui di Internet. Survei juga menyimpulkan bahwa dua dari tiga orang responden mengaku selalu mengakses situs-situs porno. Demikian hasil penelitian yang dilakukan kepada anak muda berusia 15 hingga 24 tahun, yang dilansir monstersandcritics.com dan dikutip detikINET, Senin (12/2/2007). Penelitian yang dilakukan pada awal Februari ini juga mengungkapkan, 30 persen responden telah berkencan dengan orang yang mereka kenal di Internet. Tak hanya itu, 80 persen responden juga mengaku melakukan chatting dengan orang-orang asing di Internet. Hasil dari jajak pendapat penelitian ini juga menemukan bahwa 11,5 persen responden mengaku memiliki hubungan yang menjurus pada perilaku seksual dengan orang yang mereka kenal di internet. Persentase tersebut meningkat dibanding tahun lalu yang hanya mencapai 8,9 persen (Yusuf, 2007: 178).
Di antara berbagai pilihan dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan sebagaimana dipaparkan di atas, kehidupan masyarakat modern tidak bisa dipisahkan dari kehadiran internet. Disadari atau tidak, internet telah menciptakan sebuah bentuk ketergantungan bagi penggunanya. Sekadar ilustrasi, hampir setengah dari pengguna internet di Amerika Serikat (AS) mengaku bergantung pada internet saat harus membuat keputusan penting dalam hidupnya. Contohnya, mencari perguruan tinggi untuk anggota keluarga mereka atau mencari tempat tinggal baru untuk menetap. Demikian hasil studi yang dilakukan sebuah grup nirlaba, Pew Internet and American Life Project. Survei ini digelar tahun 2006 dengan sampel 2.201 orang dewasa. Survei menunjukkan bahwa peran internet kian penting bagi kehidupan sehari-hari. Kurang lebih 45 persen pemakai internet, atau kira-kira 60 juta orang Amerika, mengatakan internet membantu mereka dalam membuat keputusan besar atau dalam menghadapi momen penting dalam hidup mereka

ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق

BACA DAN PAHAMI